Jalur KA SP Mane-Bungkah-Kr. Geukuh-Bl. Pulo
Nampaknya keinginan masyarakat Aceh untuk kembali bisa merasakan nikmatnya naik kereta api (KA) tidak akan bisa terwujud dalam waktu dekat ini dan rakyat Aceh harus kembali sabar menanti, pasalnya jalur di lintasan Kabupaten Bireuen sepanjang 14 kilometer yang empat tahun lalu sudah selesai dibangun kembali dibongkar pada beberapa pekan lalu karena alasan mengganggu dan sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman.
Padahal sebelumnya Kadishubkomintel Provinsi NAD, Prof. DR. Ir. Yuwaldi Awai telah menjanjikan bahwa rakyat Aceh akan berkesampatan naik kereta api jalur Bireuen-Lhokseumawe sepanjang 71,9 km karena menurutnya kereta api Aceh akan beroperasi tahun ini, karena gerbong untuk kereta api Aceh ini telah rampung sekitar 80 persen di PT INKA Madiun Jawa Timur. “Gerbong sudah dipesan, tinggal menunggu 20 persen lagi”. Jelasnya.
Kabar pemindahan jalur trase kereta api Aceh ini kembali ditegaskan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf kepada Menteri Perhubungan, Djusman Safii Jamal dalam kunjungan kerjanya ke Aceh pada bulan lalu. Konon usulan Gubernur Irwandi Yusuf terhadap perubahan jalur trase kereta api Aceh yang ada sekarang punya alasan yang cukup kuat. Hal itu karena adanya program pelebaran badan jalan negara dari enam meter menjadi tujuh meter, bahkan di daerah-daerah yang padat kenderaan sudah mencapai 9-16 meter, sehingga trase jalan rel kereta api (KA) yang sudah ada sekarang tidak layak lagi dipertahankan seperti halnya yang terdapat di tengah kota Matangglumpangdua, bahkan trase badan jalannya bersama rel kereta api Aceh yang telah dipasang empat tahun lalu sudah dibersihkan oleh kontraktor pelaksana.
Menurut pantauan media ini pembersihan jalur trase kereta api Aceh yang melintasi Kabupaten Bireuen memang telah mulai dibongkar beberapa pekan lalu setelah sebelumnya terlebih dihulu telah dibongkar oleh maling yang mencuri besi rel-rel tersebut, bahkan oleh tangan-tangan jahil itu bantalan dari semen yang di dalamnya ada besi cor dipecahkan kemudian besi cor tersebut dijual kiloan. Besi rel yang banyak dicuri menurut pantauan media ini terjadi di wilayah Krueng Panjoe dan Desa Meuse, Kecamatan Kutablang Kabupaten Bireuen dan yang masih tinggal utuh hanya di sekitar daerah Cot Bada, Kecamatan Peusangan Kabuaten Bireuen hal itupun mungkin dikarenakan lintasan jalur trase kereta api tersebut terletak persis di depan Mapolres Bireuen.
Seperti telah diberitakan media ini sebelumnya (
Modus Aceh No. 45/TH. IV Minggu IV, Februari 2008), pembangunan kembali jalur kereta api Aceh ini telah menimbulkan polemik dan protes pada masyarakat kota Lhokseumawe, terutama jalur yang melintasi wilayah Pemko Lhokseumawe, protes ini wajar karena jalur kereta api tersebut berada di lintasan kawasan rumah penduduk yang padat seperti di daerah Batuphat, Kecamatan Muara Satu Pemkot Lhokseumawe.
Bahkan Ketua DPRK Lhokseumawe TA Khalid dengan nada dongkol kepada media ini beberapa waktu lalu mengatakan, “Kami telah sepakat akan menolak untuk mengizinkan kereta api untuk masuk ke kota Lhokseumawe”. Ujarnya bernada kesal waktu itu.
Kemudian TA Khalid menambahkan, “Karena kalaupun dipaksakan akan kereta api nantinya hanya akan menjadi mesin pembunuh baru buat masyarakat Aceh dan kalaupun dipaksakan pembangunannya itu tidak akan efektif”. Ujarnya serius.
Meski di wilayah Kabupaten Bireuen tidak menimbulkan protes yang berarti seperti halnya di Lhokseumawe terhadap pembangunan kembali jalur kereta api (KA) Aceh tersebut, tapi akhirnya jalur rel kereta api (KA) yang telah selesai dibangun dibongkar kembali, padahal sudah menghabiskan dana hampir Rp 100 milyar, hal ini karena jalur kareta api yang terlanjur dibangun tersebut dianggap memang sudah tidak layak lagi dengan perkembangan kota seiring pertambahan penduduk yang semakin padat dan banyak di sepanjang jalur lama tersebut.
Tapi anehnya di wilayah Pemko Lhoksumawe yang mati-matian telah melakukan protes untuk memnghentikan pembangun rel kereta api (KA) tersebut dengan alasan berada di kewasan padat penduduk, tapi malah pembangunan jalur kereta api (KA) tersebut terus digenjot dan protes-protes dari pihak Pemko Lhokseumawe tersebut seakan dianggap angin lalu oleh pelaksana proyek kereta api Aceh dan pihak-pihak yang berkompeten dalam masalah perkeretaapian Aceh.
Menurut pantauan media ini jalur kereta api Simpang Mane-Bungkah-Krueng Geukuh-Blang Pulo sepanjang 20,4 untuk tahun anggaran 2007 dengan alokasi dana sebesar Rp 108 Milyar sudah selesai dibangun dan jalur yang telah selesai dibangun tersebut umumnya terletak di sisi jalan raya Medan-Banda Aceh bahkan melintasi jalan negara tersebut, sebagiannya lagi melintasi kawasan padat penduduk sehingga dikhawatirkan jika kelak kereta api sudah beroperasi akan membahayakan jiwa manusia. Hal ini lah yang menimbulkan polemik dan yang berkepanjangan mengenai pembangunan kembali jalur trase kereta api Aceh di kawasan Pemko Lhokseumawe tersebut.
Sehingga tidak salah kalau proyek bongkar pasang jalur kereta api Aceh ini ditunding hanya untuk mengejar proyek tanpa sedikitpun peduli terhadap berapa besar anggaran yang mubazir tanpa bermanfaat untuk rakyat akibat pembongkaran kembali jalur kereta api (KA) yang telah selesai dibangun tersebut, hal ini seperti yang kemudian digugat dan dipertanyakan oleh beberapa komponen, seperti halnya Sekretaris Asosiasi Komite Percepatan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Desa (AKP4D) Kabupaten Bireuen Zubir Ahmad (24) kepada media ini, “Sangat ironis sekali melihat proyek bongkar pasang pembangunan jalur kereta api Aceh, kenapa pihak-pihak terkait sebelum memulai pembangunan tidak melakukan uji kelayakan terlebih dahulu sehingga dana tidak mubazir sia-sia”. Ujarnya bernada kesal.
Selanjutnya Zubir menambahkan, “Seharusnya alokasi dana pembangunan jalur kereta api Aceh tersebut kan bisa diperuntukkan untuk untuk membangun perekonomian rakyat terutama untuk perumahan dan pemukiman masyarakat pedesaan, tapi ini malah menguap tidak bisa dimanfaatkan. Benar-benar tidak ada habis pikir saya terhadap pengelola negara ini.” Ujarnya meradang sambil geleng-geleng kepala pertanda kekecewaan.
Hal senada juga diungkapkan Herizal (32) penduduk Leubu, Kecamatan Makmur Kabupaten Bireuen, “
Pejabat tanyoe yang na carong sit peu abeh peng, hana pikee meu bacut keu nasib rakyat.” Ujarnya bernada sinis, yang maksudnya adalah pejabat kita hanya pandai menghabiskan anggaran tidak memikir sedikitpun kepada nasib rakyat.
Sekedar mengulang Program Perkeretaapian Aceh merupakan bagian dari Program Trans Sumatera Railway Development. Pembangunan jalur kereta api Aceh dianggap merupakan solusi yang tepat untuk saat ini dan juga untuk masa yang akan datang, hal ini karena kereta api bersifat massal dan murah selain aman dan efektif, yang diperkitakan akan memberikan dampak yang positif terhadap perekonomian rakyat di provinsi paling ujung pulau Sumatera tersebut.
Pembangunan jalur kereta api Aceh tersebut juga akan membuka dan menghubungkan kota Banda Aceh, Sigli, Lhokseumawe, Langsa, Besitang, Medang-Tebing Tinggi, Pematang Siantar-Rantau Perapat. Menurut rencana lintas tersebut nantinya juga akan terhubung dengan jaringan baru yang menghubungkan kota-kota di Provinsi Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Lampung dalam satu kesatuan Trans Sumatera Railway. Demikian setidaknya
grand design yang terdapat dalam proposal pembangunan jaringan kereta api Aceh yang sudah disusun oleh pemerintah dengan bantuan konsultan asing, Mott McDonald dan SNCF Internasional.
Ada enam pertimbangan pembangunan kembali jalur kereta api di Provinsi Aceh, yaitu: aspek politis (janji mantan presiden Habibie kepada masyarakat Aceh yang harus ditunaikan), aspek ekonomi (dibukanya pusat-pusat industri dan kawasan-kawasan andalan), aspek potensi jumlah penduduk (perkiraan jumlah penumpang yang diangkut pada jalur kereta api Banda Aceh-Medan), aspek pengembangan wilayah (dengan garis pantai + 1.850 Km, system transportasi Aceh mengacu pada pengembangan kawasan berpotensi), aspek pengembangan transportasi (sebagai perwujudan Transportasi Nasional dan System Transportasi Wilayah jaringan KA se Sumatera), aspek potensi wilayah (sepanjang jalur terdapat potensi peternakan, perikanan, perkebunan, pertambangan, pertanian, dsb).
Pembangunan jalur kereta api Aceh yang dimulai dengan pembangunan rel di kawasan lintas tengah yaitu Bireuen-Lhokseumawe ini direncanakan akan selesai pada tahun 2012. Pembangunan tersebut dilakukan secara bertahap, karenanya masyarakat Aceh sangat mengharapkan pembangunan kereta api Aceh dapat selesai pada sesuai target, yakni tahun 2012 (lihat tabel).
Pembangunan kembali rel kereta api Aceh yang telah dimulai sejak tahun 2000 lalu, sampai sekarang baru selesai dibangun hanya 8 persen atau sama dengan 42,8 kilometer. Sehingga untuk membangun jalur KA Banda Aceh hingga perbatasan Sumatera Utara yang panjangnya mencapai 484 km, dibutuhkan waktu sampai puluhan tahun lagi, itupun dengan catatan tidak ada bongkar pasang lagi. Tapi, target 2012 yang direncanakan dengan realita di lapangan terkesan tidak sinkron. Jadi, akankah harapan masyarakat Aceh untuk bisa menikmati nyamannya naik kereta api akan terwujud? Jawabannya, tuttt…Tuuttttt…..Tuuuutttt! ***
Tabel Rencana Pembangunan Jalur Kereta Api Aceh
No.
|
Kota
|
Jarak (Km)
|
Tahun
|
Alokasi Dana (Rp)
|
1 | Sp Mane-Bungkah-Kr. Geukuh-Bl. Pulo | 20,4 | 2007 | 108 milyar |
2 | Bl. Pulo-Lhokseumawe dan Sp.Mane-Mns Alue | 51,5 | 2008 | 772,5 milyar |
3 | Sigli-Mns Alue | 100,6 | 2009 | 1.509 miliyar |
4 | Banda Aceh-Sigli | 112 | 2010-2012 | 1.680 milyar |
5 | Lhokseumawe-Batas Sumut | 199,5 | 2009-2012 | 2.992,5 milyar |
Sumber: Data Kadishubkomintel Provinsi NAD