Sabtu, Agustus 01, 2009

TOPOGRAFI

B. SPESIFIKASI TEKNIS PELAKSANAAN PEKERJAAN SURVAI TOPOGRAFI
I. LINGKUP PEKERJAAN
1. SURVAI LAPANGAN
a. Pengukuran profil memanjang dan profil melintang tiap interval 50 meter untuk sepanjang
Pengukuran profil melintang adalah dari sumbu jalan rel tunggal/pertama ke arah Selatan/kanan sejauh 10 m dan ke arah Utara/kiri sejauh 24 m. Untuk di daerah emplasemen stasiun, diukur dari sumbu - sumbu jalan rel terluarnya.
b. Pengukuran situasi seluas ± 300 Ha untuk lokasi seperti disebut pada butir I.1.a di atas.

c. Pengukuran situasi detail jembatan dan daerah sekitarnya dengan areal sebagai berikut :
- ke arah hulu sungai (upstream) sejauh 100 m dari sumbu jalan rel tunggal/pertama .

- ke arah hilir sungai (downstream) sejauh 100 m dari sumbu jalan rel tunggal/pertama.
- kiri/kanan sungai sejauh 10 m dari ujung bangunan pangkal jembatan.

d. Pengukuran profil melintang daerah jembatan termasuk sungai setiap interval 5 m untuk daerah sejauh 100 m dari sumbu jalan rel tunggal/pertama ke arah hulu dan 100 m dari sumbu jalan rel tunggal/pertama ke arah hilir sungai. Termasuk di sini adalah pengukuran tinggi muka air sungai saat itu.
Pada lokasi yang menjadi as sungai, harus juga dilakukan pengukuran melintang.
e. Pengukuran profil melintang sungai setiap interval 5 m sejauh 100 m ke arah hulu dan ke arah hilir. Lebar daerah pengukuran adalah hingga 10 m dari ujung bangunan pangkal jembatan.
Pengukuran juga harus dilakukan pada lokasi struktur jembatan.
2. PENGGAMBARAN HASIL SURVAI
Menggambarkan hasil survai jalan rel sebagai berikut :

a. Peta situasi berikut Trace dibuat dengan skala 1 : 1000 dan interval contour 0,5 m
b. Profil memanjang dan profil melintang sepanjang trace digambarkan dengan skala sebagai berikut :

Profil memanjang : - skala horizontal = 1 : 1000
: - skala Vertikal = 1 : 100
Profil melintang : - skala horizontal = 1 : 100
: - skala Vertikal = 1 : 100
c. Peta situasi khusus daerah jembatan dibuat dengan skala 1 : 500, dengan perbedaan contour sebesar 0.5 m.
d. Potongan melintang jembatan & sungai dibuat dengan skala :
- skala horisontal = 1 : 200
- skala vertikal = 1 : 100
e. Potongan melintang sungai dibuat dengan skala :
- skala horisontal = 1 : 100
- skala vertikal = 1 : 100
3. DATA YANG DAPAT DIGUNAKAN
a. Peta topografi dari BOKOSURTANAL atau US AMRY dengan skala 1 : 25.000 atau dengan skala yang lebih besar.
b. Tabel almanak matahari terbitan terakhir.
c. Bangun memanjang jalan rel (leengte profil)
d. Peraturan perencanaan Konstruksi Jalan Rel (Peraturan Dinas No. 10)
e. Peraturan ABST.
4. MONUMENTASI DAN DOKUMENTASI
a. Dua buah permanen Bench Mark yang saling kelihatan (Jarak antara 50m - 75m) dengan koordinat (X, Y, Z) dipasang pada awal dan akhir lokasi proyek serta tiap interfal 2 Km, sepanjang lokasi proyek.
Bench Mark terbuat dari konstruksi beton bertulang.
b. Diskripsi semua Bench Mark dan titik - titik tetap lainnya harus dibuat lengkap dengan photo dan sketsa lokasinya.
c. Daftar Bench Mark dan titik-titik tetap lainnya lengkap dengan koordinat (X, Y, Z) harus dibuat secara terpisah dengan titik-titik lainnya dalam formulir tersendiri.
Khusus untuk ketinggian, harus dicantumkan ketinggian atas tanah dan atas patok.
d. Semua Bench Mark dan/atau titik-titik tetap lainnya harus dipasang terlebih dahulu sebelum pengukuran dimulai.
II. METODE PENGUKURAN TOPOGRAFI.
1. TITIK KONTROL TANAH (HORIZONTAL)
Titik kontrol tanah horizontal ditentukan dengan metode pengukuran poligon.
Pertama kali, pengukuran poligon utama dilakukan mengelilingi lokasi proyek, kemudian untuk merapatkan jaringan titik kontrol horizontal dapat dilakukan dengan menggunakan poligon cabang.
2. TITIK KONTROL TANAH (VERTIKAL)
Semua posisi vertikal (ketinggian) titik kontrol bertikal maupun titik kontrol horizontal ditentukan dengan sipat datar.
3. KERAPATAN TITIK KONTROL
a. KONTROL HORIZONTAL
Pada tiap spasi (5 - 10 cm ) di atas bidang datar / peta terdapat 1 titik kontrol, yaitu 1 titik kontrol pada tiap :
- ( 20 - 100 ) meter untuk skala 1 : 1000
- ( 100 - 200 ) meter untuk skala 1 : 2000
- ( 250 - 500 ) meter untuk skala 1 : 5000
b. KONTROL VERTIKAL
Pada tiap spasi ( 2,5 - 5 ) cm di atas bidang datar / peta terdapat 1 titik kontrol, yaitu 1 titik kontrol pada tiap :
- ( 25 - 50 ) meter untuk skala 1 : 1000
- ( 50 - 200 ) meter untuk skala 1 : 2000
- (125 - 250 ) meter untuk skala 1 : 5000
Jalur pengukuran poligon cabang sebaiknya diusahakan berbentuk garis lurus, sehingga penyebaran titik - titik kontrol yang didapatkan memenuhi batasan di atas.
4. POLIGON
a. Jalur pengukuran poligon utama dilakukan mengelilingi daerah survai serta dimulai dan diakhirinya pada titik yang sama ( kring tertutup ).
Jika di sekitar lokasi proyek terdapat titik tetap yang telah diketahui koordinatnya, maka jalur poligon utama harus melalui titik tetap tersebut dan pengukuran tetap dilakukan secara kring tertutup.
b. Pengukuran poligon cabang dilakukan dengan kedua ujungnya terikat pada titik-titik poligon utama atau dilakukan secara kring tertutup pada 2 buah Bench Mark yang saling kelihatan ( sisi poligon utama ).
c. Stasiun pengukuran poligon selain pada titik permanen atau semi permanen dapat terbuat dari patok kayu dengan ukuran minimal sebagai berikut :
- Panjang : 40 cm
- Penampang : ( 5 x 5 ) cm
Pada tanah yang lunak diperlukan patok kayu yang panjang, sehingga patok tersebut tidak mudah berubah kedudukannya setelah ditancapkan.
Patok kayu ditancapkan dengan bagian atas menonjol setinggi 10 cm terhadap permukaan tanah.
Untuk mendefinisikan titik secara pasti, pada penampang patok bagian atas harus dipasang paku.
d. Titik-titik poligon diberi nomor dengan huruf dan diikuti oleh angka.
Penomoran ini dilakukan dengan memakai cat.
e. Ketelitian pengukuran poligon utama minimal 1 : 10000 dan poligon cabang minimal 1 : 5000.
5. SUDUT HORIZONTAL
a. Sudut horizontal diukur dengan menggunakan theodolite 1” (wild T2 atau yang sejenis).
b. Pembacaan sudut horizontal pada pengukuran poligon utama dilakukan sebanyak 2 seri ganda, sedangkan untuk poligon cabang sebanyak 1 seri ganda.
Bacaan 1 seri ganda didefinisikan sebagi berikut :
- Teropong dalam keadaan biasa ke target belakang.
- Teropong dalam keadaan biasa ke target muka.
- Teropong dalam keadaan luar biasa ke target muka
- Teropong dalam keadaan luar biasa ke target belakang.
Perbedaan maksimum sudut-sudut horizontal hasil bacaan adalah 10”
c. Pengukuran sudut horisontal dalam 2 seri ganda dilakukan dengan setting awal berbeda, yaitu 00 dan 900.
Jika dirasa perlu, setting awal dapat dilakukan pada 450 dan 1350.
Bagian sekon, cukup dibaca sampai angka pasti ( bulat ).
d. Sebelum pembacaan sudut dilakukan, gelembung nivo kotak dan nivo tabung harus diatur dengan teliti.
e. Untuk memperkecil kesalahan ukuran sudut akibat kesalahan centering, maka perpindahan alat ukur pada titik/stasiun pengukuran harus dilakukan dengan metoda centering paksaan.
f. Tripod harus dipasang pada tanah yang stabil agar ketelitian pengukuran terjamin.
g. Jalur pengukuran poligon sebaiknya menghindari lokasi yang sulit, sawah dan tanah yang tidak stabil.
6. AZIMUTH MATAHARI
a. Pengukuran azimuth matahari dilakukan pada titik awal, titik akhir pada tiap interval 5 km sepanjang lokasi pengukuran.
Pengukuran azimuth matahari ini harus dilakukan pada titik - titik tetap ( Bench Mark ).
b. Pengamatan azimuth matahari dilakukan pada pagi dan sore hari pada saat ketinggian matahari antara 200 dan 400 serta minimal dilakukan sebanyak 2 kali untuk pagi hari dan 2 kali untuk sore hari.
c. Pengamatan ke target, dilakukan sebelum dan sesudah pembidikan ke matahari dengan urutan sebagai berikut :
- Teropong dalam keadaan biasa ke target.
- Teropong dalam keadaan biasa ke matahari.
- Teropong dalam keadaan luar biasa ke matahari.
- Teropong dalam keadaan luar biasa ke target.
d. Temperatur dan tekanan udara perlu diamati juga pada waktu pengukuran azimuth matahari ini dilakukan.
e. Toleransi salah penutup sudut horisontal untuk pengukuran poligon utama terhadap azimuth matahari adalah 10”Vn, sedangkan untuk poligon cabang adalah 20”Vn, dimana n adalah banyaknya ukuran sudut.
Jika salah penutup sudut horisontal tersebut memenuhi batas toleransi yang diberikan, maka sudut - sudut horisontal hasil ukuran harus dikoreksi terhadap azimuth matahari.
Tetapi jika toleransi salah penutup sudut horisontal tersebut melebihi batas toleransi yang diberikan, maka pengukuran azimuth matahari dan/atau sudut - sudut horisontal harus diulang dan diperiksa.
f. Pengamatan azimuth matahari ini harus dilakukan dengan menggunakan prisma roelof.
7. SUDUT VERTIKAL
a. Sudut vertikal diukur dengan menggunakan alat theodolite 1” ( wild-T 2 atau yang sejenisnya ).
b. Pengukuran ini dilakukan dalam 2 kedudukan teropong, yaitu teropong dalam keadaan biasa dan luar biasa.
c. Pengukuran sudut vertikal dilakukan dari tiap ujung sisi poligon untuk mereduksi jarak ke jarak horisontal.
8. JARAK
a. Jarak antara titik - titik poligon utama diukur dengan alat ukur jarak elektomagnetik (EDM) yang mempunyai ketelitian 1:10000.
b. Jarak tersebut diukur 2 kali dari arah yang berlawanan ( pulang - pergi ), dan pada tiap arah minimal dilakukan 10 kali pembacaan.
c. Jarak horisontal antara titik - titik poligon cabang diukur dengan menggunakan meteran pegas dan minimal dilakukan pembacaan 2 kali.
9. SIPAT DATAR
a. Alat ukur yang digunakan adalah Wild NAK 2 atau yang sejenis. Minimal seminggu sekali kemiringan garis bidik alat ukur sipat datar ini harus diperiksa, jika dirasa perlu kesalahan garis bidik dapat dikoreksikan.
b. Untuk menentukan beda tinggi antara 2 buah titik yang berjauhan letaknya, rambu ukur harus diletakkan di atas plat besi atau patok kayu sebagai titik perantara.
c. Rambu ukur harus dilengkapi dengan nivo rambu, dan kepada pemegang rambu agar diinstrusikan untuk menjaga rambu tetap vertikal pada saat pengukuran dilakukan.
d. Pengukuran dilakukan dengan metoda ”single stand”.
e. Jarak antara alat ukur terhadap rambu tidak boleh melebihi 40 meter.
f. Jarak antara alat ukur ke rambu belakang dan jarak alat ukur ke rambu muka diusahakan sama.
Pada waktu pelaksanaan, perbedaan jumlah jarak ke rambu belakang dan jumlah jarak ke rambu muka harus £ 5 meter.
g. Pembacaan ke rambu dilakukan di antara ( 0.200 - 2.800 ) meter dan ketiga benang dibaca penuh.
h. Pengukuran harus dilakukan dengan jumlah slaak genap dan rambu awal menjadi rambu akhir.
i. Semua Bench Mark dan titik - titik tetap lainnya diukur secara kring tertutup dan merupakan jakur sipat datar utama.
Pada tiap seksi ( antara 2 pasang Bench Mark ), pengukuran dilakukan dari 2 arah yang berlawanan ( pulang - pergi ).
Jalur ukuran pulang dan jalur ukuran pergi tidak boleh sama. Ukuran pulang dan pergi boleh dilakukan oleh pengukur yang sama atau pengukur yang berbeda.
j. Jika di lokasi proyek terdapat titik -titik tetap lainnya yang telah diketahui ketinggiannya, maka jalur pengukuran sipat datar utama harus melalui titik tetap tersebut dan tetap dilakukan pulang pergi serta berupa kring tertutup.
k. Ketelitian pengukuran sipat datar utama adalah 7Vk mm pada kring tertutup, dimana k adalah panjang jalur dalam satuan km.
l. Pengukuran sipat datar cabang dimulai dan diakhiri pada titik - titik sipat datar utama, dengan kata lain kedua ujung jalur sipat datar cabang terikat pada titik -titik sipat datar utama.
m. Ketelitian pengukuran sipat datar cabang adalah 20Vk mm, dimana k adalah panjang jalur satuan km.
10. SITUASI
a. Jarak diukur dengan menggunakan meteran.
Untuk daerah yang relatif datar, beda tinggi diukur dengan sipat datar sedangkan untuk daerah yang curam beda tinggi dapat ditentukan dengan Theodolite (T).
Dalam hal ini, ketiga benang harus dibaca penuh sebagai kontrol jarak yang diukur dengan pita ukur.
b. Kerapatan titik -titik detail situasi adalah tiap spasi (2 - 2.5 ) cm pada bidang datar /peta, yaitu pada tiap :
- ( 20 - 25 ) m untuk skala 1 : 1000
- ( 40 - 50 ) m untuk skala 1 : 2000
- ( 100 - 125 ) m untuk skala 1 : 5000
c. Semua titik - titik detail seperti berikut :
- pojok bangunan tetap
- tiang telepon
- piket kilometer
- titik bor tangan
- titik sondir
- titik CBR lapangan
- piket awal dan akhir lengkung
- semboyan - semboyan
- ujung wesel dan ujung jarum
- batas tanah perumka
- batas kampung
- detail jalan inspeksi dan perlintasan
- dll
Harus ditentukan posisinya (x,y,z) sehingga dapat digambarkan pada peta situasi .
d. Lebar daerah pengukuran adalah 25 meter sebelah kanan jalan rel dan 25 meter sebelah kiri jalan rel dihitung dari as track pertama .
11. PROFIL MELINTANG
Pada pengukuran profil melintang ini jarak diukur dengan menggunakan meteran.
Untuk daerah yang relatif datar, beda tinggi ditentukan dengan sipat datar.
Sedangkan pada daerah yang curam/terjal, beda tinggi dapat ditentukan dengan metoda Tachimetry.
Pembacaan ke rambu dilakukan dengan ketiga benang penuh.
12. CONTOUR ( GARIS KETINGGIAN )
Contour ( garis ketinggian ) dapat dilakukan dengan cara interpolasi atau ditentukan di lapangan setelah posisi horisontal dan ketinggian titik - titik kontrol diplot.
13. PLOTTING
1. Semua titik - titik kontrol diplot dengan cara plotting koordinat.
2. Plotting titik - titik detail, situasi dapat dilakukan dengan cara plotting koordinat dan/atau cara grafis dengan argumen sudut dan jarak datar.
3. Pekerjaan ini sebaiknya dilakukan di lapangan sebelum semua staf lapangan meninggalkan lokasi proyek.
III. PENGAMBILAN DAN PROSES DATA LAPANGAN
1. Semua formulir ukur berukuran A4.
2. Semua data lapangan ditulis dengan menggunakan tinta hitam atau ball point hitam.
3. Jika terjadi kesalahan dalam menulis data lapangan, maka kesalahan tersebut dapat dicoret dengan garis tunggal.
Menghapus data dengan memakai stip dalam hal ini tidak dibenarkan.
4. Semua data lapangan harus dilengkapi nama pengukur, tanggal pengukuran, nomor alar ukur, dan sebagainya.
5. Hitungan sebaiknya dilakukan 2 kali agar tidak terjadi kesalahan dalam hitungan.
6. Proses hitungan dilakukan dilapangan, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah hasil ukuran telah memenuhi toleransi yang diijinkan.
Hitungan - hitungan tersebut antara lain meliputi :
a. Untuk kontrol horisontal
- Periksa hitungan sudut dan jarak rata -rata
- Periksa hitungan azimuth matahari
- Periksa hitungan salah penutup sudut horisontal
- Periksa hitungan salah penutup absis dan ordinat
- Periksa hitungan ketelitian pengukuran poligon
b. Untuk kontrol vertikal (ketinggian)
- Periksa semua jumlah jarak ke muka dan jumlah jarak ke belakang
- Periksa hitungan beda tinggi ukuran pulang dan pergi serta rata- ratanya untuk tiap seksi.
- Periksa hitungan beda tinggi dan salah penutupnya dalam kring tertutup
7. Hitungan perataan untuk titik - titik poligon dilakukan berbanding lurus terhadap jarak, yaitu sebagai berikut :
Vx = (d/D).fx dan Vy = (d/D).fy
dimana : Vx = koreksi untuk absis
Vy = koreksi untuk ordinat
fx = salah penutup absis
fy = salah penutup ordinat
d = jarak sisi - sisi poligon
D = jumlah jarak sisi - sisi poligon
8. Begitu juga untuk hitungan perataan sipat datar.
IV. PENGGAMBARAN PETA

1. Khusus untuk peta situasi, penggambaran dilakukan di atas bahan yang stabil.
2. Semua gambar dibuat pada kertas ukuran A1, dan dilakukan dengan menggunakan komputer
Format gambar dan tata letak disesuaikan dengan yang biasa digunakan.
3. Grid beserta harganya, digambarkan dengan ketentuan sebagai berikut
- Grid tiap 100 m untuk skala 1 : 1000
- Grid tiap 200 m untuk skala 1 : 2000
- Grid tiap 500 m untuk skala 1 : 5000
4. Pada tiap lembar peta harus dicantumkan hal - hal sebagai berikut :
- Tahun survai
- Skala garis
- Skala numeris
- Skala geografis
- Skala magnetis
- Skala legenda
5. Pada tiap lembar peta, harus dibuat daftar koordinat semua titik triangulasi dan atau semua Bench Mark yang terdapat pada lembar tersebut.
Khusus untuk ketinggian, harus dicantumkan harga ketinggian atas tanah dan harga ketinggian atas patok.
6. Pada tiap 4 interval garis contour dengan angka ketinggian yang bulat, garis tersebut dibuat tebal.
7. Untuk keperluan interpolasi contour, maka semua ketinggian ( atas tanah ) titik triangulasi, Bench Mark, dan titik detail lainnya, harus dituliskan.
8. Gambar situasi dan profil memanjang dibuat pada lembar yang sama, sedangkan profil melintang pada lembar lain.
9. Semua disket hasil penggambaran harus didata.

Tidak ada komentar:

PEMBANGUNAN JALUR GANDA ANTARA STASIUN PURWOKERTO-STASIUN KROYA.

Revitalisasi pekeretaapian merupakan program yang dicanangkan sebagai bentuk tanggungjawab pemerintah terhadap kebutuhan masyarakat...